TRIBUNNEWS.COM – Pecahnya perang Israel-Hamas di Gaza, Palestina, yang menewaskan puluhan ribu warga sipil, telah menghambat kemajuan upaya normalisasi hubungan Israel dan Arab Saudi.
Arab Saudi menyerukan gencatan senjata permanen dan akses seluas-luasnya agar bantuan kemanusiaan bisa disalurkan untuk warga Gaza.
Di sisi lain, Israel ngotot membombardir Gaza tanpa henti dengan tujuan menghabisi Hamas hingga ke akar.
Arab Saudi lantas mempertimbangkan kembali prioritas kebijakan luar negerinya setelah serangan gencar Israel terhadap Gaza.
Sebagai imbas, rencana yang didukung AS untuk menormalisasi hubungan dengan Israel terhenti.
Namun, juru bicara Gedung Putih John Kirby, mengatakan bahwa masih ada kemungkinan untuk menormalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi.
Peluang normalisasi dua negara tersebut dinilai masih terbuka lebar meski perang Gaza masih berkecamuk serta meningkatnya penolakan terhadap hubungan diplomatik antara Tel Aviv dan Riyadh.
John Kirby, juru bicara dan koordinator komunikasi strategis Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, mengklaim pada hari Selasa, Amerika Serikat masih berharap untuk mencapai kesepakatan normalisasi antara Israel dan Arab Saudi.
Dia mengisyaratkan fokus pemerintahan Biden dalam memperluas apa yang disebut sebagai Perjanjian Abraham yang ditandatangani di bawah pemerintahan sebelumnya di bawah Donald Trump.
Baca juga: Israel Dapat Bocoran Isi Pertemuan Arab Saudi Dkk Soal Masa Depan Gaza Pasca Perang dengan Hamas
“Kami masih berpikir masih ada peluang,” kata Kirby kepada seperti dikutip IRNA, kantor berita resmi Iran.
Peluang itu, menurut dia, masih terbuka seiring kemungkinan digelarnya negosiasi untuk mencapai kesepakatan antara Hamas dan Israel mengakhiri pertempuran dan membebaskan tahanan.
Pembicaraan yang dijadwalkan berlangsung di Kairo, akan melibatkan pejabat Hamas, Amerika, Qatar dan Mesir.
Upaya AS normalisasi Arab Saudi-Israel
Upaya baru Washington untuk mendekatkan Arab Saudi dengan Israel terjadi pada saat Presiden AS Joe Biden sedang berusaha untuk dipilih kembali sebagai presiden dalam Pemilu AS yang digelar 5 November tahun ini.